Indra Abdurrahman namanya. Namun nama di belakangnya itu bukanlah nama yang ia miliki saat ia lahir dan bukan pula dari Ayah dan Ibunya. Nama Abdurrahman di belakang ia dapatkan ketika sudah memeluk agama Islam. Sebuah nama merupakan hal yang berarti bagi kita. Kita tak dapat menilai itu hanya dari menyebutkan ataupun sekedar tahu arti dari nama itu sendiri. Begitu pula dengan nama yang didapat dari Indra. Nama Abdurrahman yang ia dapatkan memiliki cerita perjalanan yang begitu berat, jauh dan banyak sekali rintangan.
Bermula dari adzan yang didengarkannya di Televisi. Adzan kita dengarkan setiap hari lima kali dan merupakan panggilan kita untuk menunaikan shalat. Namun tidak dengan Indra. Karena tempat tinggalnya di pedalaman, Indra hanya dapat mendengarkan adzan melalui televisi dan seketika hatinya bergetar ketika adzan dilantunkan.
“Ketika memindahkan channelnya dari Indonesia ke channel Malaysia itu terdengar suara adzan. Suara adzan yang sangat merdu. Yang sebelumnya saya tidak ketahui apa sih suara adzan ini. Kan Setiap detik-detik ingin melafadz kan suara adzan, di situ tertulis ‘kita menantikan waktu shalat maghrib’. Nah, setiap ada lantunan suara adzan, hati saya bergetar dan ingin sekali melafadzkan suara adzan,” ujar Indra.
Ingin sekali Indra mencoba melafadzkan suara adzan yang di dengarnya di televisi. Namun karena ia dari keluarga non-muslim, ia harus pergi ke belakang rumah di hutan jauh dari rumah. Seketika ia menirukan suara adzan, hatinya bergetar dan bertanya-tanya apa makna dari adzan yang didengarkannya. Hanya dari lantunan adzan dari awal ‘Allaahu Akbar, Allaahu Akbar’ hingga ‘Laa ilaaha illallaah’, Indra akhirnya ingin mencoba belajar tentang Islam dan masuk memeluk Islam.
Kita sebagai muslim pastinya pernah merasakan hal tersebut ketika mendengarkan lantunan adzan ataupun bacaan Al-Qur’an yang merdu. Perasaan hati yang bergetar ini dapat kita jadikan cara kita untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Dengan karunia-Nya yang begitu banyak, bahkan hanya dengan mendengarkan lantunan adzan, seseorang yang bahkan Non-Muslim dapat merasakan hatinya bergetar tanpa mengetahui sepenuhnya makna ataupun arti dari Adzan tersebut.
Umumnya anak yang berumur 14 tahun biasanya hanya sekolah, belajar, dan terkadang bermain. Namun tidak bagi Indra yang umur 14 tahun, Keinginan Indra begitu kuat untuk belajar tentang Islam. Meskipun ia tahu keluarganya tidak akan menyetujui keinginannya tersebut. Kemudian, ia mencoba mengikuti teman dan sepupunya untuk pergi dari rumah dan berangkat ke Kecamatan Badau dalam waktu tiga hari dua malam berjalan kaki. Perjalanan Indra melewati medan yang terjal, melalui hutan, gunung, hingga menyebrangi sungai tanpa adanya jembatan. Sungguh perjuangan yang begitu keras untuk anak berumur 14 tahun pergi berkelana tanpa adanya persiapan yang cukup demi ingin mencari jati diri.
Sesampainya di Badau, Indra hanya menginap di salah satu rumah orang yang mau menampungnya. Setelah sebulan di sana, tiba momen Hari Raya Idul Adha. Indra bertanya-tanya apa itu Idul Adha. Selain itu, Indra pun mencoba mendengarkan lantunan Al-Quran, mendengar orang bersanji, mengikuti acara gunting rambut. Ia senang mendengarkan dan merasakan indahnya kegiatan-kegiatan Islam yang ia ikuti. Ia kemudian memutuskan untuk bertemu pemuka agama untuk mengucapkan syahadat dan memeluk Islam dengan yakin. Kemudian pemuka agama di sana melontarkan beberapa pertanyaan kepada Indra.
“Apakah kamu nanti tidak menyesal untuk masuk agama islam? kamu kan tidak tahu agama islam itu bagaimana?” Tanya pemuka agama.
‘’Saya tidak menyesal, saya ingin masuk agama Islam.” Jawab Indra.
“Lalu bagaimana dengan keluargamu? Sekiranya ada terjadi apa-apa apakah kamu siap bertanggung jawab?” Lanjut pemuka agama tersebut bertanya.
“Saya siap. Saya pribadi siap, dan saya rela mati.” Lugas Indra menjawab pertanyaan pemuka agama di sana.
Indra kemudian diminta untuk membersikan diri, mandi sebersih-bersihnya dan diajari untuk mengucapkan dua kalimat syahadat. Tanpa halangan dan tanpa terputus Indra mengucapkan dua kalimat syahadat ‘Ayshadu An-la ilaha illallah yang artinya saya bersaksi tiada tuhan selain Allah, Wa Ayshadu Anna Muhammada Rasulullah yang artinya dan saya bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah.‘ Momen syahdu pun terluapkan melihat Indra mengucapkan dua kalimat syahadat. Datang kemudian waktu untuk Indra memilih nama Islamnya. Abdurrahman, itulah nama islam Indra. Sore itu juga Indra mencoba menunaikan shalat maghrib tanpa mengetahui bacaan shalat mengikuti yang lainnya di masjid.
Indra kemudian saat ini telah menjadi Ustadz di daerah terpencil Kalimantan dan tetap menyebarkan kebaikan dan mengajarkan tentang Islam. Indra berpesan untuk meminta bantuan kepada teman-teman muslim lainnya agar bisa ikut sama-sama ke pedalaman agar dapat membina mualaf supayah tidak ada yang merasa kecewa karena tidak dapat belajar tentang islam dan tidak dibina meskipun sudah memeluk islam menjadi mualaf. Indra berpesan pula kepada teman-teman muslim siapapun itu untuk tetap mengajarkan apapun itu yang bisa disampaikan kepada teman-teman mualaf. Begitu mulia hati Indra yang mau berbagi ilmu meskipun harus pergi ke pedalaman hanya untuk mengajarkan Islam ke mereka yang begitu jauh dan kurangnya akses dan informasi untuk belajar tentang Islam.
Pentingnya pembinaan untuk mualaf yang baru memeluk islam perlu dijadikan sebuah pembelajaran untuk kita bagaimana agar mualaf tersebut dapat belajar islam dengan baik, sehingga diharapkan muncul Pak Indra yang lainnya yang dapat dijadikan sebuah role-model bagi teman-teman mualaf
Link youtube:
https://www.youtube.com/watch?v=MrBhVYUN9g4&t=15s