Janji Yang Di Uji, Selamat 5 Tahun Baru Menyadari Anak Perempuannya Sudah Meninggal

Setiap manusia pasti pernah memohon sesuatu yang sangat diinginkannya kepada Tuhan. Terkadang, kita bahkan bernazar – berjanji akan melakukan sesuatu – jika permohonan itu dikabulkan. Kisah nyata berikut mengisahkan sepasang suami-istri mualaf yang mengalami suka dan duka luar biasa: bermula dari terkabulnya doa yang membawa mereka menuju hidayah Islam, hingga ujian berat kehilangan buah hati dalam sebuah kecelakaan tragis. Bagaimana iman mereka teruji dan apa pelajaran yang bisa kita petik? Simak kisah mengharukan ini yang sarat renungan spiritual.

Anugerah Seorang Anak dan Janji kepada Tuhan

Seorang pria keturunan Dayak-Tionghoa beserta istrinya. Pasangan ini belum beragama Islam pada mulanya, namun memiliki hati yang terbuka. Mereka sangat mendambakan anak perempuan setelah dikaruniai tiga orang putra. Hingga pada kehamilan keempat istrinya, ia pun bernazar: “jika anak ke-empat mereka lahir perempuan, ia beserta keluarganya akan memeluk agama Islam”. Ini adalah janji yang tidak main-main, melibatkan perubahan besar dalam hidup mereka. Meskipun mereka sadar konsekuensi dan tanggung jawab spiritualnya.

Waktu berlalu, dan doa pun terkabul. Allah menganugerahi mereka anak ke-empat berjenis kelamin perempuan, sesuai harapan yang diidamkan. Kelahiran si buah hati disambut haru dan syukur. Sesuai nazar, tanpa ragu satu keluarga itu memeluk Islam secara. Betapa tidak, mereka percaya kelahiran putri kecil ini adalah karunia sekaligus petunjuk dari Allah. Dengan tekad bulat, sang ayah, ibu, dan ketiga putranya mengucapkan dua kalimat syahadat, menandai lembaran baru hidup sebagai Muslim. Hati mereka penuh kebahagiaan; keluarga ini merasakan manisnya hidayah .

Keputusan menjadi mualaf tersebut tak mendapat penentangan berarti dari kerabat keluarga besarnya. Meski latar belakang suku dan budaya mereka berbeda, rupanya semua pihak menghormati pilihan spiritual yang telah diikrarkan. Bagi sang ayah, putri kecil ini bak malaikat kecil titipan Tuhan – melalui dirinya, Allah menunjukkan jalan terang. Kebahagiaan keluarga itu terasa sempurna, doanya dikabulkan dan janjinya telah ditunaikan. Namun, tak ada yang tahu rencana Allah selanjutnya. Di balik kebahagiaan itu, ternyata Allah telah menyiapkan sebuah ujian besar untuk menguji keteguhan iman mereka​.

Ujian Berat: Kecelakaan Tragis yang Merenggut Buah Hati

Delapan tahun berlalu sejak kelahiran putri tercinta. Sang anak tumbuh menjadi gadis kecil yang ceria dan disayangi semua saudara dan orang tuanya. Suatu hari, sang ibu beserta putri mereka berencana pergi ke kampung halaman. Mereka menumpang sebuah bus antar-kota bernama “Bis Bahagia”. Ikut bersama mereka kerabat dekat sang ibu – seorang saudara perempuan dengan anaknya (keponakan sang ibu) – sehingga rombongan kecil itu berangkat layaknya perjalanan mudik satu keluarga besar, tanpa firasat apapun bahwa malapetaka akan terjadi.

Menjelang dini hari, di tengah perjalanan, takdir buruk menimpa. Dalam gelap malam, bus yang ditumpangi bertabrakan keras dengan sebuah truk tronton. Kecelakaan itu begitu dahsyat, bus Bahagia menghantam bagian belakang truk hingga ringsek parah​. Musibah tersebut memakan banyak korban jiwa​. Di antara korban meninggal dunia, termasuk saudara dan keponakan sang ibu, yang berangkat bersama mereka, serta putri kecil mereka yang baru berusia 8 tahun​. Innalillahi wa inna ilaihi raji’un… tak ada yang pernah membayangkan perjalanan pulang kampung itu berujung petaka.

Kabar kecelakaan bus maut itu menghentak sang ayah bak petir di siang bolong. Hatinya guncang seketika, anak perempuan yang menjadi sebab hidayah keluarganya dikabarkan telah tiada. Lebih memilukan lagi, istrinya juga berada di antara korban – bukan sebagai korban jiwa, melainkan korban luka parah. Sang ibu ditemukan dalam kondisi kritis dan koma. Ia dilarikan ke rumah sakit dan tak sadarkan diri selama 44 hari lamanya​.

Bayangkan betapa berat ujian yang menimpa keluarga ini, baru beberapa tahun merasakan indahnya iman, kini harus kehilangan anak yang paling disayangi. Tak hanya itu, kondisi sang istri pun berada di ujung tanduk. Hari-hari diliputi kecemasan dan doa tiada henti dari sang ayah dan ketiga putranya yang kini hanya bisa pasrah. Allah menguji hamba-Nya sesuai janji-Nya: “Dan sungguh akan Kami uji kalian dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, kehilangan jiwa, dan buah-buahan. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar”​. Ayat Allah tersebut benar-benar terasa hidup dalam cobaan yang mereka alami – ketakutan, kehilangan jiwa orang tercinta, juga kesempitan dalam hal ekonomi mulai dirasakan keluarga ini pasca tragedi.

Teguhnya Iman: Istiqomah di Tengah Duka

Setelah melewati 44 hari yang mendebarkan, sang ibu akhirnya siuman dari koma. Namun, ujian belum berakhir. Ingatan sang ibu hilang sebagian – ia tidak tahu-menahu bahwa putrinya telah tiada. Trauma fisik dan mental akibat kecelakaan membuat memorinya kosong untuk sementara waktu​. Ketika sadar, ia bahkan mengira putrinya masih ada dan sedang pergi bermain atau bersekolah. Keluarga memutuskan tidak langsung memberitahu kabar duka itu demi memulihkan kondisi sang ibu perlahan-lahan. Barulah lima tahun setelah kecelakaan, sang ibu baru sadar bahwa putri kecilnya telah meninggal dunia​.

Lantas, bagaimana dengan sang ayah? Secara manusiawi, ia tentu dihantam kesedihan mendalam. Namun luar biasanya, iman di dada sang ayah justru semakin kuat. Sejak awal musibah, ia berusaha tegar di hadapan istri dan anak-anaknya. Ia tidak pernah sekalipun menyalahkan Allah atas musibah yang menimpa keluarga kecilnya​. Dengan lapang dada ia berkata bahwa semua ini terjadi atas kehendak Allah. Keyakinannya pada takdir Allah membuatnya ikhlas melepas kepergian putri tercinta. Tentu sebagai ayah, hatinya hancur dan rindu kepada anaknya tak terbendung – namun ia percaya Allah lebih menyayangi putrinya.

Sang ayah memilih untuk tetap istiqomah, teguh di jalan Allah. Di tengah duka, ia justru semakin rajin beribadah. Sholat lima waktu tak pernah ia tinggalkan​. Tiap subuh, langkahnya istiqomah menuju surau. Sambil merawat istri yang masih dalam pemulihan, sang ayah menguatkan hati keluarganya bahwa ini adalah ujian dari Allah untuk mengukur keimanan mereka. Ia mengingat firman Allah: “(yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka berkata: Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un (Sesungguhnya kami milik Allah dan kepada-Nyalah kami kembali)”​. Kalimat istirja’ tersebut senantiasa ia lafalkan, mengembalikan segala urusan kepada Allah.

Tidak mudah mempertahankan keimanan di tengah badai ujian seberat itu. Barangkali orang lain bisa saja berpaling dan berprasangka buruk kepada Tuhan. Namun, pasangan suami istri ini lulus dalam ujian keimanan. Mereka membuktikan janji setia mereka kepada Allah bukanlah sementara. Hidayah Islam yang mereka peluk tetap terjaga erat hingga kini, bahkan semakin kuat setelah melewati cobaan. Ibarat emas murni yang dibakar api, keimanan mereka justru makin berkilau seusai ditempa musibah.

Hikmah: Kepasrahan dan Janji Pertolongan Allah

Kisah keluarga mualaf ini menyadarkan kita bahwa takdir Allah kadang berjalan di luar nalar manusia, namun selalu terselip hikmah di dalamnya. Allah memberi mereka anugerah Islam melalui kelahiran sang putri, seolah memberi kesempatan merasakan nikmat iman. Lalu Allah mengambil kembali titipan itu beberapa tahun kemudian, seakan menguji: Seberapa teguhkah iman yang telah bersemi di hati? Ternyata, hamba-hamba-Nya yang sabar itu menerima takdir dengan lapang. Mereka ridha atas keputusan Allah, meski sangat berat bagi jiwa.

Sang ayah meyakini bahwa putrinya yang wafat di usia belia insyaAllah telah tenang di sisi Allah. Menurut ajaran Islam, anak kecil yang meninggal sebelum baligh berada dalam keadaan suci tanpa dosa, sehingga digolongkan sebagai calon penghuni surga. Bahkan, buah hati yang meninggal dunia bisa menjadi tabungan akhirat bagi orang tuanya yang sabar. Rasulullah ﷺ bersabda dalam sebuah hadis qudsi: “Ketika anak seorang hamba meninggal dunia, Allah bertanya kepada malaikat: ‘Apa yang hamba-Ku katakan?’ Malaikat menjawab: ‘Ia memuji-Mu dan mengucapkan Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un.’ Maka Allah berfirman: ‘Bangunkan untuk hamba-Ku sebuah rumah di surga dan namakanlah Baitul Hamd (Rumah Pujian)’”. Subhanallah, betapa besar ganjaran bagi hamba yang tetap memuji Allah dalam musibah. Keyakinan inilah yang membuat sang ayah ikhlas – ia ingin termasuk hamba yang mendapat Rumah Pujian di surga kelak dengan kesabaran dan keikhlasannya.

Kini, bertahun-tahun setelah tragedi itu, pasangan suami istri tersebut menjalani hari tua dengan sederhana. Kesehatan sang ibu tidak pulih sepenuhnya, tetapi ia bersyukur masih diberi hidup. Keduanya tinggal di rumah sederhana. Cobaan demi cobaan telah mereka lewati dengan tabah. Meskipun secara materi mereka tak lagi berlebih, hati mereka justru kaya akan syukur dan sabar.

Pelajaran Iman dari Sebuah Tragedi

Kisah di atas mengajarkan kepada kita tentang makna ketulusan iman dan kepasrahan pada takdir Ilahi. Bahwa hidayah (petunjuk Allah) adalah anugerah tak ternilai yang kadang datang bersamaan dengan ujian. Dalam Al-Qur’an, Allah berfirman: “Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya…” (QS. Al-Baqarah: 286). Ayat ini menguatkan keyakinan kita bahwa setiap cobaan yang datang sesungguhnya sudah diukur dengan sempurna oleh Allah sesuai kemampuan hamba-Nya. Keluarga mualaf tadi mampu melalui ujian kehilangan anak karena Allah tahu ketabahan ada di hati mereka.

Saat menghadapi musibah, kita pun diajarkan untuk bersabar seraya mengucapkan istirja’: Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un. Mengakui dengan tulus bahwa semua milik kita hanyalah titipan Allah yang pasti kembali pada-Nya akan mendatangkan ketenangan batin. Tidak ada musibah yang sia-sia, pasti ada hikmah yang bisa dipetik. Terkadang, melalui kehilangan, Allah justru menghadiahkan kekuatan iman yang lebih besar daripada sebelumnya.

Akhir kata, marilah kita mengambil pelajaran dari kisah nyata ini. Keikhlasan sang ayah dan istrinya dalam menerima takdir buruk tanpa menggoyahkan iman menunjukkan tingkat ketakwaan yang patut kita teladani. Mereka telah membuktikan bahwa janji kepada Allah itu bukan hanya saat Allah memberi nikmat, tetapi juga tetap ditepati saat Allah menguji dengan mengambil nikmat tersebut. Semoga kita termasuk hamba-hamba yang tawakkal (berserah diri) dan istiqomah dalam iman, baik dalam suka maupun duka. Tidaklah Allah menetapkan sesuatu melainkan ada kebaikan di dalamnya, meski mungkin baru akan kita pahami di kemudian hari.

“Dan barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan menjadikan jalan keluar baginya, dan memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangkanya. Barangsiapa bertawakkal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya…”QS. Ath-Thalaq: 2-3. Ayat ini menutup refleksi kita dengan pesan bahwa pertolongan Allah selalu dekat bagi hamba-hamba-Nya yang sabar, tawakal, dan teguh beriman. Kisah keluarga mualaf di atas adalah bukti nyata bagaimana pertolongan dan kasih sayang Allah senantiasa menyertai orang-orang beriman, bahkan di tengah ujian seberat apapun. Semoga kisah ini menjadi renungan berharga dan menguatkan iman kita semua. Aamiin.

Link video dari cerita diatas : https://www.youtube.com/watch?v=1xRMHLVjJGs&vl=id

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back To Top
Top