Alhamdulillah, Ancaman Pemotongan 50% Kuota Haji Dibatalkan Arab Saudi

Kemenangan Diplomatik: Kuota Haji Indonesia Tetap Utuh, Bahkan Berpeluang Naik

Hari-hari ini, udara Indonesia mendadak lebih hangat, bukan karena El Nino, tapi karena suhu emosi calon jemaah haji yang sempat melonjak melebihi tarif hotel transit Mekkah. Wacana pemangkasan kuota haji Indonesia hingga 50% yang sempat bergulir dari dapur Kementerian Haji dan Umrah Arab Saudi, ibarat kabar kiamat kecil bagi mereka yang sudah antre sejak zaman pager berbunyi “beep” saat ada SMS masuk.

Untungnya, kabar itu tinggal kenangan pahit, semacam mantan yang pernah hampir menikah tapi batal karena ketahuan selingkuh. Ya, wacana pemotongan kuota itu resmi dibatalkan. Dunia pun bersorak, dari lantai dua Kantor BP Haji sampai ke emperan musala perkampungan, di mana Pak Udin, 78 tahun, yang mendaftar haji tahun 1999, bisa kembali bermimpi menyentuh Hajar Aswad sebelum menyentuh nisan sendiri.

Wakil Kepala Badan Penyelenggara Haji, Dahnil Anzar Simanjuntak, dengan wajah setegas meteor yang menolak jatuh ke bumi, menyampaikan bahwa kekhawatiran Arab Saudi muncul karena “evaluasi”. Katanya, pelaksanaan haji Indonesia tahun ini belum optimal. Belum optimal? Mohon maaf, kami ini sudah antre puluhan tahun, dan sekarang diminta optimal? Kami bukan aplikasi Gojek yang bisa di-update seminggu sekali.

Namun jangan buru-buru kecewa, karena seperti dalam setiap kisah epos, selalu ada pahlawan yang turun di saat genting. Kepala BP Haji, Mochammad Irfan Yusuf, atau akrab disapa Gus Irfan, berangkat ke Jeddah, bukan untuk umrah atau beli parfum Arab, tapi bertemu langsung dengan Deputi Menteri Haji Arab Saudi. Mereka membahas segala hal mulai dari tenda di Mina hingga jumlah kasur per orang. Di sinilah peradaban manusia diuji, ternyata jumlah kasur pun bisa jadi perkara diplomatik antarbangsa.

Dalam pertemuan itu, dibicarakan pula gagasan pembentukan task force gabungan Indonesia–Arab Saudi, yang terdengar seperti Avengers versi Syariah. Misi mereka adalah memastikan data jemaah benar-benar akurat, transparan, dan tidak mengandung plot twist seperti “sudah istithaah tapi wafat di pesawat.” Ya, Arab Saudi menemukan fakta bahwa ada jemaah yang meninggal bahkan sebelum menjejak tanah suci. Sebuah tragedi eksistensial yang sekaligus membingungkan malaikat pencatat amal.

Arab Saudi juga melemparkan beberapa aturan baru nan sakral, yang akan ditegakkan dengan keseriusan laiknya fatwa ulama ditambah semangat Komnas HAM. Pertama, perusahaan penyelenggara layanan haji (syarikah) akan dibatasi maksimal dua. Jadi, para mafia syarikah silakan undur diri atau bertobat sebelum dideportasi. Kedua, Dam hanya boleh dilakukan di dua lokasi, di negara asal atau melalui perusahaan resmi kerajaan bernama Ad Dhahi. Tidak ada lagi urusan dengan potong kambing di gang sempit lalu ngaku sudah sah. Zaman sudah berubah, Bung.

Ketiga, pengawasan akan mencakup hotel, makanan, transportasi, hingga jumlah kasur. Kasur, ya. Jangan lagi ada jemaah yang harus tidur bertumpuk tiga seperti tumpeng di peringatan Maulid Nabi. Standar kasur menjadi tolak ukur keadilan dan keadaban perhajian umat Islam abad ini. Karena hanya di dunia haji, kesalehan bisa terganggu gara-gara jatah kasur digadaikan sama koordinator kloter.

Namun kabar yang paling memekakkan langit ialah bahwa kuota haji Indonesia tidak jadi dikurangi. Bahkan, pemerintah berharap bisa menambahnya. Sebuah momen heroik yang setara dengan kemenangan pasukan Muslim di Perang Badar, tentu dalam skala diplomatik modern. Dahnil Anzar memastikan, “Presiden dan kami yang ditugaskan akan memastikan kuota tidak dipotong. Bahkan, kami berharap ke depan kuota bisa ditambah.”

Pernyataan ini membuat para calon jemaah haji menangis bahagia, terutama mereka yang selama ini hidup dengan bayang-bayang masa tunggu 25 hingga 94 tahun. Angka yang tidak kalah mengerikan dari masa jabatan ketua RT yang tidak pernah ganti karena “sudah terlanjur cocok.”

Bayangkan antre 94 tahun. Artinya jika seseorang daftar haji pada umur 20 tahun, ia baru bisa berangkat saat usia… 114. Jika masih hidup. Jika belum pikun. Jika belum berubah keyakinan. Jika. Jika. Jika. Maka ketika Arab Saudi menyatakan masih percaya pada Indonesia, terutama kepada Presiden Prabowo, harapan rakyat mendadak naik daun seperti harga kurma menjelang musim haji.

Presiden dianggap serius dalam urusan ini. Bahkan, pembentukan BP Haji oleh Presiden menjadi bukti bahwa Indonesia tidak main-main. Kita bukan lagi negara yang cuma jago nulis nama di daftar tunggu dan menangis di meja bank syariah. Kita sekarang punya badan resmi yang akan bertarung demi kasur dan menu makan jemaah. Ini bukan lelucon. Ini jihad administratif.

Maka, mari kita rayakan kemenangan ini. Bukan dengan berfoya-foya, tetapi dengan membuka kembali koper haji yang sudah menguning, membersihkan paspor yang tertimbun ijazah SMEA, dan mengecek kembali sandal jepit yang dulu dibeli khusus untuk menginjak marmer Masjidil Haram.

Haji bukan sekadar ibadah fisik. Ia adalah epistemologi sabar, ontologi antre, dan aksiologi niat yang tak lekang oleh waktu. Maka bagi yang sudah menunggu bertahun-tahun, kabar ini bukan sekadar berita birokrasi. Ini adalah kabar gembira yang dinubuatkan dalam tafsir air mata dan debu jalanan.

Indonesia masih dipercaya. Kuota tidak jadi dikurangi. Calon jemaah haji bisa kembali menabung harapan, bukan kekhawatiran.

Karena ketika kasur dijaga, data transparan, syarikah disucikan, dan Dam diluruskan, maka insyaAllah, ibadah haji tak hanya sah di mata Tuhan, tapi juga nyaman di tulang punggung.

Allahu Akbar. Alhamdulillah. Selamat datang, harapan. Selamat tinggal, antrean abadi.*

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back To Top
Top