Premanisme Berkedok Ormas: Tinjauan Kritis dari Perspektif Islam

Premanisme Ormas semakin Marah, Bagaimana Islam Memandangnya?

Bismillah. Di negeri ini, segala hal memang mungkin. Di tempat di mana durian dijadikan rujak dan jalan berlubang dianggap olahraga ekstrem harian, jangan heran kalau ada ormas-ormas berbadan kekar menawarkan “jasa keamanan” dengan wajah lebih seram dari CCTV rusak di pinggir jalan. Mereka datang bukan membawa proposal resmi, melainkan membawa badan berotot, tatapan tajam, dan omongan manis beraroma intimidasi. Mau proyek jalan tol, pabrik mobil listrik, atau bahkan warung kopi di pojokan, semua “butuh perlindungan.” Kalau tidak mau bayar jasa keamanan, ya siap-siap proyek lo tiba-tiba penuh “gangguan mistis” seperti ban truk bocor misterius, semen hilang, dan kuli-kuli yang mendadak mogok kerja karena “tekanan jiwa.”

Kasus di Subang soal proyek pabrik mobil listrik BYD yang nilainya Rp 11,7 triliun itu cuma contoh kecil. Pembangunan sempat terganggu, bukan karena gempa bumi atau serangan alien, tapi karena preman ormas yang seenaknya palakin sopir truk. Mereka mengaku dari organisasi yang ingin membantu keamanan proyek. Tapi entah kenapa, rasa aman itu terasa seperti memeluk beruang lapar. Harus bayar, harus nurut, harus manut, atau siap-siap proyek lo berubah jadi kuburan cita-cita.

Ormas-ormas ini operasinya lebih licin dari belut sawah, bro. Mereka punya bendera, ada kantor, kadang ada seragam, bahkan mungkin ada yel-yel penuh semangat. Sekilas terlihat nasionalis, religius, patriotik. Tapi begitu lo melihat praktik di lapangan, nuansa nasionalis itu luntur kayak sabun cuci motor. Mereka bilang, “Kami menjaga stabilitas!” Tapi kenyataannya, stabilitas itu berarti proyek aman asal setor uang keamanan. Ini kayak lo dipalak di lampu merah, tapi palaknya pakai kwitansi dan stempel organisasi.

Sekarang, dari sudut pandang Islam, jelas banget ini masalah besar. Islam itu agama yang mengajarkan keadilan, bukan intimidasi. Islam itu memuliakan kerja keras, bukan memalak hasil kerja orang lain. Nabi Muhammad SAW, yang jadi teladan umat Islam, dulu membangun masyarakat Madinah dengan prinsip amanah dan kejujuran, bukan dengan model premanisme berjubah ormas. Rasulullah SAW bersabda:

“Barang siapa menipu (memeras) maka ia bukan golonganku.” (HR. Muslim)

Bukan golongan beliau, bro. Bukan bagian dari barisan umat terbaik. Jadi kalau ada yang merasa “berjuang untuk keamanan,” tapi caranya dengan memeras, mengintimidasi, bahkan merusak, itu bukan pejuang. Itu penyusup berkedok pahlawan. Islam tidak pernah mengajarkan konsep “jaminan keamanan berbayar” model begitu. Dalam Islam, menjaga keamanan itu kewajiban negara dan masyarakat, bukan hak eksklusif sekelompok orang buat cari duit nambah beli moge.

Lebih parah lagi, kadang mereka ngaku-ngaku “mewakili rakyat.” Lucu sih, rakyat yang mana? Sopir truk yang dipalak? Mandor proyek yang ketakutan? Atau pengusaha kecil yang modalnya pas-pasan? Di tangan mereka, rakyat cuma jadi tameng untuk memaksakan kehendak. Padahal Islam itu sangat keras terhadap tindakan zolim, dan perbuatan memalak itu jelas-jelas kezaliman tingkat dewa.

Allah SWT berfirman:

“Dan janganlah sebagian kalian memakan harta sebagian yang lain dengan cara yang batil…”_

(QS. Al-Baqarah: 188)

Memalak dengan dalih menjaga keamanan? Ya batil, bro. Penuh dengan kebatilan yang udah kayak nasi basi di dapur kosan. Islam benci segala bentuk makan harta orang lain tanpa hak. Bahkan dalam syariat Islam, ada sistem ekonomi, hukum, dan pasar yang ketat mengawasi agar gak ada praktik begini. Nabi melarang keras memeras pedagang, membebaskan pasar dari para tukang pungli, dan memerintahkan keadilan dalam semua transaksi.

Cuma herannya, di zaman yang katanya modern ini, praktik premanisme malah semakin “diinstitusikan.” Ada kantor, ada surat jalan, kadang bahkan ada foto bareng pejabat. Seolah-olah premanisme itu cuma bagian lain dari birokrasi negara. Islam ngeliat begini? Udah pasti ngebul bro! Karena dalam Islam, negara itu harus hadir buat melindungi rakyat, bukan melindungi pemalak atas nama ormas.

Seharusnya kalau mau bicara soal ormas dalam pandangan Islam, kita bicara soal, amar ma’ruf nahi mungkar yang elegan, beradab, dan bertujuan membangun, bukan merusak. Islam mendorong masyarakat saling menolong dalam kebaikan, tapi bukan kebaikan berbau invoice bulanan dari hasil pemalakan. Allah berfirman:

“Dan tolong-menolonglah kalian dalam (mengerjakan) kebaikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam dosa dan permusuhan.”(QS. Al-Maidah: 2).

Kalau ada ormas yang niatnya menjaga proyek, harusnya mereka bantu kawal proyek dengan ikhlas tanpa minta jatah. Kalau mau bantu keamanan, ya bantu beneran. Bukan “menjaga” sambil mengancam di belakang. Premanisme berjubah organisasi ini persis kayak orang ngajak shalat berjamaah sambil nyopet sandal di masjid. Mungkin ada niat baik di awal, tapi kelakuan mencoreng semua kebaikan itu sendiri.

Negara juga punya PR besar. Gimana mungkin mau undang investasi ratusan triliun kalau premanisme masih merajalela? Mau bilang Indonesia ramah investasi, kalau para investor lebih dulu disambut dengan “surat cinta” dari ormas lokal, isinya ancaman dan daftar harga keamanan palsu. Ini ironis. Negara yang katanya darurat lapangan kerja, malah memperkaya para tukang palak dengan dalih ormas.

Kalau mau jujur, ini bukan sekadar urusan hukum biasa. Ini soal moral, soal nilai, soal siapa kita sebagai bangsa. Bangsa yang katanya mayoritas Muslim harusnya malu kalau masih ada praktek kayak begini. Islam datang membawa rahmat bagi seluruh alam, bukan rahmat buat sekelompok tukang palak proyek. Nabi Muhammad SAW sampai membangun negara Madinah dengan prinsip syuro, keadilan, hukum yang adil, perlindungan hak milik, dan penghormatan terhadap usaha orang lain. Kalau ada proyek mobil listrik BYD di Subang, atau proyek apapun, Islam akan mendorong masyarakat buat menjaga proyek itu, memastikan pekerja aman, memastikan sopir truk bisa kerja tanpa takut dicegat di jalan.

Tapi kenyataan di lapangan? Seperti biasa, lebih absurd dari sinetron jam prime time. Negara harus diingatkan lagi, kalau Islam mengajarkan amar ma’ruf nahi mungkar, tugas negara itu menegakkan amar ma’ruf nahi mungkar juga. Premanisme, pemalakan, penindasan, semua itu mungkar. Mungkar harus diberantas, bukan dinegosiasikan lewat paket keamanan premium.

Lucu memang kalau dipikir-pikir. Bangsa sebesar ini, rakyat sebanyak ini, pemerintah segemuk ini, masih bisa kelimpungan menghadapi preman-preman yang jago pidato. Mereka ibaratnya kayak tikus got yang berani nyelonong ke istana negara, dan entah kenapa semua orang pura-pura gak lihat. Islam ngajarin kita, kezaliman sekecil apapun harus dilawan, walau dengan satu kalimat, walau hanya dengan sebaris keberanian.

Kalau lo lihat ormas yang datang bawa proposal “keamanan,” cek dulu, apakah ini beneran niat membantu, atau niat menjadikan proyek lo kayak sapi perah? Kalau mereka datang pakai muka sangar, baju loreng, mobil double cabin, lalu ujung-ujungnya minta jatah, yakinlah, itu bukan amar ma’ruf nahi mungkar, itu amar ma’ruf nahi minta transferan.

Bangga sama Islam? Bangga lah, bro! Islam ngajarin akhlak, keadilan, kasih sayang, bukan ngebajak proyek orang pakai seragam ormas. Islam itu solusi, bukan bagian dari masalah. Premanisme itu penyakit, dan Islam hadir buat nyembuhin, bukan buat nambahin luka.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back To Top
Top