Kisah Pengampunan: Pelajaran dari Nabi Musa dan Jenazah di Pembuangan Sampah

Dalam sejarah umat manusia, kisah-kisah yang mengandung pelajaran moral dan spiritual sering kali menjadi sumber inspirasi dan refleksi. Salah satu kisah yang sangat mengesankan adalah kisah Nabi Musa alaihi salam yang diperintahkan oleh Allah Subhanallahu wa Ta’ala untuk mengurus jenazah seorang lelaki yang dibuang di pembuangan sampah. Kisah ini diambil dari Kitab Ushfuriyah karya Syekh Muhammad bin Abu Bakar al-Ushfuri. Dalam artikel ini, kita akan membahas secara mendalam tentang kisah ini, termasuk latar belakang, peristiwa yang terjadi, dan pelajaran yang dapat diambil dari kisah tersebut.

Nabi Musa alaihi salam adalah salah satu nabi yang paling dikenal dalam tradisi Islam, Yahudi, dan Kristen. Beliau diutus oleh Allah untuk membimbing Bani Israil dan mengeluarkan mereka dari perbudakan di Mesir. Dalam perjalanan hidupnya, Nabi Musa mengalami banyak ujian dan tantangan, namun selalu berpegang pada wahyu dan petunjuk Allah.

Kisah yang akan kita bahas ini terjadi di suatu perkampungan di mana seorang lelaki yang dikenal sebagai orang fasik meninggal dunia. Masyarakat setempat, karena perilaku buruknya semasa hidup, menolak untuk mengurus jenazahnya. Mereka membuangnya di tempat sampah, menunjukkan betapa rendahnya pandangan mereka terhadap lelaki tersebut. Namun, Allah Subhanallahu wa Ta’ala memiliki rencana yang berbeda.

Suatu ketika, Allah Subhanallahu wa Ta’ala memberikan wahyu kepada Nabi Musa alaihi salam, memerintahkan beliau untuk pergi ke perkampungan tersebut dan mengurus jenazah lelaki yang dibuang. Dalam wahyu tersebut, Allah berfirman:

“Wahai Musa, di suatu perkampungan, ada seorang lelaki mati di pembuangan sampah. Ia adalah salah satu di antara kekasihku. Namun, para tetangganya tidak mau memandikan, mengafani, dan menguburkannya. Karena itu, pergilah, mandikan, kafani, salati, dan kuburkanlah sewajarnya.”

Perintah ini menunjukkan betapa besar kasih sayang Allah kepada hamba-Nya, meskipun hamba tersebut telah melakukan banyak kesalahan. Ini juga mengingatkan kita bahwa penilaian manusia tidak selalu mencerminkan penilaian Allah.

Setelah menerima wahyu, Nabi Musa segera berangkat menuju perkampungan tersebut. Sesampainya di sana, beliau mulai menanyai warga tentang keberadaan jenazah. Warga perkampungan memberitahukan bahwa jenazah tersebut dibuang di pembuangan sampah dan menceritakan perilaku buruk lelaki itu semasa hidupnya.

Mendengar hal itu, Nabi Musa merasa ragu dan berkata kepada Allah, “Tuhanku, Engkau memerintahkanku untuk menguburkannya dan mensalatinya. Padahal, orang-orang menyaksikan keburukannya. Engkau lebih tahu daripada mereka tentang pujian dan cercaan.”

Allah Subhanallahu wa Ta’ala kemudian membenarkan informasi tentang perilaku buruk jenazah tersebut. Namun, Allah juga menunjukkan amalan terakhir yang dilakukan oleh lelaki tersebut sebelum ia meninggal. Ternyata, di hari-hari terakhir hidupnya, lelaki tersebut memohon ampun kepada Allah Subhanallahu wa Ta’ala dengan tulus.

Ada tiga doa yang dipanjatkan oleh lelaki tersebut:

1. Pengakuan atas Perbuatan Maksiat
Dalam doa pertamanya, lelaki tersebut mengakui perbuatan maksiat yang dilakukannya. Ia berdoa:
“Wahai Tuhanku, sesungguhnya Engkau mengetahui perbuatan-perbuatan maksiatku yang sebenarnya juga aku benci dalam hati. Namun, ada tiga hal berkumpul bersamaku sehingga aku melakukan perbuatan maksiat yang sebenarnya aku benci dalam hati itu yaitu, hawa nafsu, teman yang buruk, dan iblis. Karena itu, ampunilah aku.”

Dalam pengakuan ini, kita dapat melihat betapa pentingnya kesadaran akan kesalahan dan keinginan untuk bertaubat. Pengakuan ini adalah langkah pertama menuju pengampunan.

2. Kesadaran akan Lingkungan
Dalam doa keduanya, lelaki tersebut mengakui bahwa ia berada di lingkungan orang-orang fasik. Namun, ia juga menyatakan bahwa ia lebih senang berada di sekitar orang-orang sholeh. Ia berdoa:
“Wahai Tuhanku, Engkau tahu aku melakukan per buatan maksiat, dan tempatku adalah bersama orang-orang fasik. Akan tetapi, sebenarnya aku juga senang bersama orang sholeh dan senang dengan sikap zuhud mereka. Tentu tempat bersama mereka lebih aku senangi daripada bersama orang fasik.”

Doa ini menunjukkan bahwa meskipun seseorang terjebak dalam lingkungan yang buruk, keinginan untuk berbaur dengan orang-orang baik tetap ada. Ini mengingatkan kita akan pentingnya memilih teman dan lingkungan yang dapat membawa kita kepada kebaikan.

3. Janji untuk Mendahulukan Hajat Orang Sholeh
Doa terakhir yang dipanjatkan oleh lelaki tersebut adalah pernyataan dirinya yang berjanji akan mendahulukan hajat orang sholeh dibanding orang yang fasik. Ia berdoa:
“Wahai Tuhanku, seandainya Engkau memaafkan dan mengampuni dosa-dosaku, para wali, dan nabi akan merasa senang sedangkan setan-setan, musuhku dan musuhMu, akan sedih. Begitu pun sebaliknya.”

Dalam doa ini, terdapat kesadaran akan konsekuensi dari tindakan kita. Janji untuk mendahulukan hajat orang sholeh menunjukkan keinginan untuk memperbaiki diri dan berkontribusi pada kebaikan.

Pengampunan dari Allah

Sebagai Dzat Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, Allah Subhanallahu wa Ta’ala pun mengampuni dosa-dosa jenazah lelaki tersebut karena amal terakhir yang dilakukannya. Ini menunjukkan bahwa tidak ada dosa yang terlalu besar untuk diampuni jika seseorang benar-benar bertaubat dengan tulus. Allah lebih melihat kepada niat dan usaha hamba-Nya untuk kembali kepada-Nya.

Pelajaran yang Dapat Diambil

Kisah ini mengajarkan kita beberapa pelajaran penting:

  1. Kasih Sayang Allah
    Allah Subhanallahu wa Ta’ala menunjukkan kasih sayang-Nya kepada hamba-Nya, bahkan ketika hamba tersebut telah berbuat banyak kesalahan. Ini mengingatkan kita bahwa Allah selalu siap menerima taubat hamba-Nya.
  2. Pentingnya Taubat
    Kisah ini menekankan pentingnya bertaubat dan mengakui kesalahan. Pengakuan dan penyesalan adalah langkah awal untuk mendapatkan pengampunan.
  3. Lingkungan dan Teman
    Lingkungan dan teman memiliki pengaruh besar terhadap perilaku seseorang. Memilih teman yang baik dan berada di lingkungan yang positif sangat penting untuk membentuk karakter yang baik.
  4. Niat yang Tulus
    Niat yang tulus untuk berubah dan berbuat baik adalah kunci untuk mendapatkan pengampunan. Allah melihat hati dan niat hamba-Nya.
  5. Tidak Ada yang Terlambat
    Kisah ini juga mengingatkan kita bahwa tidak ada kata terlambat untuk bertaubat. Selama seseorang masih hidup, selalu ada kesempatan untuk kembali kepada Allah.

Kisah Nabi Musa alaihi salam dan jenazah di pembuangan sampah adalah pengingat yang kuat tentang kasih sayang Allah dan pentingnya bertaubat. Meskipun seseorang mungkin telah melakukan banyak kesalahan, Allah selalu siap untuk mengampuni jika ada niat yang tulus untuk kembali kepada-Nya. Kisah ini juga mengajarkan kita untuk tidak menilai seseorang hanya dari perilaku buruknya, karena Allah mengetahui apa yang ada di dalam hati setiap hamba-Nya. Mari kita ambil pelajaran dari kisah ini dan berusaha untuk menjadi pribadi yang lebih baik, serta selalu mengingat untuk bertaubat kepada Allah Subhanallahu wa Ta’ala.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back To Top
Top