Kasus Jan Hwa Diana: Menahan Ijazah & Denda Salat Jumat, Bagaimana Islam Memandang Keadilan Buruh?

Islam, Buruh, dan Timbangan Keadilan

Kasus Jan Hwa Diana, pemilik perusahaan bernama UD Sentosa Seal di Surabaya, Jawa Timur menyedot perhatian publik. Gara-gara menahan ijazah karyawannya, lalu ada denda bila melaksanakan salat Jumat lebih dari 20 menit. Bagaimana perspektif Islam memandang persoalan tersebut.

Di sebuah sudut dunia bernama Jawa Timur, antara kenyataan dan absurditas dunia kerja masa kini, terjadi sebuah kisah yang seharusnya membuat nurani siapa pun bergetar. Bukan karena prestasi, bukan pula karena pencapaian bisnis, melainkan karena ironi, pengusaha yang menahan ijazah buruh, memotong gaji, mengenakan denda karena menunaikan salat Jumat, dan mengenakan penalti untuk hak-hak dasar manusia.

Namanya Jan Hwa Diana. Ia menjadi ikon, bukan sebagai pelopor kemajuan, tapi sebagai simbol kegelapan manajerial. Di perusahaannya, 31 karyawan mengaku ijazah mereka ditahan seperti sandera perang. Mereka bekerja dibayar di bawah Upah Minimum Kota. Bahkan, ketika hendak menjalankan perintah Allah, salat Jumat, mereka diberikan waktu 20 menit saja. Lebih dari itu, denda.

Dalam hiruk-pikuk kegilaan kapitalisme ekstrem seperti ini, Islam berdiri sebagai mercusuar keadilan. Ia bukan sekadar agama ritual, melainkan sistem kehidupan yang memuliakan manusia, termasuk dalam relasi antara buruh dan majikan.

 

Jalan Tengah Antara Kepemilikan dan Keadilan

Islam tidak menghapus kepemilikan pribadi, tapi membatasinya dengan tanggung jawab sosial. Pemilik usaha dalam Islam bukanlah raja, melainkan pemimpin yang kelak akan dimintai pertanggungjawaban atas setiap pekerja di bawah naungannya.

“Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Dalam pandangan Islam, pekerja adalah mitra kerja, bukan budak. Mereka punya hak, bukan sekadar kewajiban. Mereka punya harga diri yang harus dijaga, bukan untuk dijadikan objek eksploitasi.

 

1. Upah Layak: Hak yang Dijamin Syariat

Rasulullah bersabda, “Berikanlah upah kepada pekerja sebelum keringatnya kering.” (HR. Ibnu Majah, no. 2443).

Hadis ini mengandung makna mendalam. Kecepatan dalam membayar upah adalah bentuk penghormatan terhadap kerja dan manusia. Islam tidak mentoleransi penundaan upah, apalagi pengurangan sepihak tanpa musyawarah dan ridha dari pekerja.

Dalam fikih, upah menjadi sah ketika:

– Disepakati secara jelas di awal (akad).

– Jumlah dan waktunya tidak mengandung gharar (ketidakjelasan).

– Tidak dibayar di bawah batas kebutuhan hidup layak.

Dalam konteks sekarang, pembayaran gaji di bawah UMK adalah bentuk pelanggaran terhadap maqashid syariah (tujuan-tujuan utama syariat), terutama dalam aspek hifzh al-nafs (menjaga kehidupan) dan hifzh al-mal (menjaga harta).

 

2. Penahanan Ijazah: Bentuk Kezaliman Terselubung

Apa hukum menahan ijazah pekerja yang telah bekerja? Ulama sepakat, tidak boleh menahan barang orang lain tanpa hak. Ijazah adalah hak milik pribadi, bukan jaminan kerja.

“Barang siapa mengambil harta orang lain secara zalim, maka dia akan menanggung beban dosa sebesar tujuh lapis bumi.” (HR. Bukhari)

Dalam maqashid syariah, penahanan ijazah adalah pelanggaran terhadap hifzh al-‘aql (menjaga akal) dan hifzh al-karamah (menjaga martabat manusia).

 

3. Denda karena Salat Jumat: Menginjak Syariat

Di antara semua pelanggaran itu, yang paling menyakitkan hati umat Islam adalah denda kepada karyawan pria karena salat Jumat lebih dari 20 menit.

Allah SWT berfirman, “Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan salat Jumat, maka bersegeralah kalian kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli…” (QS. Al-Jumu’ah: 9)

Ayat ini adalah perintah langsung dari Allah. Menghalangi atau menghukum karena pelaksanaannya, berarti melawan syariat secara terang-terangan.

Dalam kitab-kitab fiqih, para ulama sepakat bahwa salat Jumat adalah:

– Wajib bagi setiap Muslim pria yang baligh, mukim, dan tidak ada uzur syar’i.

– Tidak boleh dihambat oleh majikan.

– Bahkan, jika seorang budak minta izin kepada tuannya untuk salat Jumat, tuannya wajib mengizinkannya. (Lihat: Al-Mughni, Ibnu Qudamah)

Apalagi jika yang diminta izin adalah pekerja profesional, bukan budak. Maka memberi denda atas salat Jumat adalah kebiadaban spiritual yang sangat bertentangan dengan Islam.

 

4. Hak Cuti dan Waktu Istirahat

Dalam Islam, buruh bukan robot. Waktu istirahat, cuti karena sakit, cuti hamil, dan waktu makan adalah bagian dari hak dasar manusia yang harus dijaga.

Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya badanmu memiliki hak atasmu.” (HR. Bukhari)

Dalam konteks manajemen kerja, ini berarti:

– Tidak boleh memaksakan kerja melebihi batas kemampuan.

– Tidak boleh menghukum karena mengambil hak istirahat.

– Cuti adalah bagian dari tanggung jawab pengusaha untuk menjaga kebugaran dan kemanusiaan pekerja.

 

5. Menjadi Pengusaha yang Bertakwa

Kepemimpinan dalam Islam bukan tentang menguasai, tetapi tentang melayani. Pengusaha bukan sekadar pemberi kerja, tapi penanggung beban amanah.

“Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim, mereka itu sebenarnya menelan api ke dalam perut mereka, dan mereka akan masuk ke dalam neraka yang menyala-nyala.” (QS. An-Nisa: 10)

Maka bagaimana dengan mereka yang memakan keringat buruh dengan cara batil?

Ketika dunia usaha kehilangan arah dan menjadikan buruh sekadar angka produktivitas, Islam tetap memuliakan mereka sebagai insan. Islam adalah sistem yang mendahulukan:

– Keadilan di atas laba

– Kesejahteraan di atas target

– Kemanusiaan di atas mesin produksi

 

Jan Hwa Diana bisa jadi contoh buruk tentang bagaimana kekuasaan dipakai untuk menindas. Tapi Islam hadir sebagai jawaban bagi dunia yang membutuhkan keadilan sejati.

Jika engkau pengusaha, renungkanlah sabda Rasulullah, “Orang-orang yang berbuat adil akan berada di atas mimbar dari cahaya di sisi Allah, yaitu mereka yang adil dalam hukum, terhadap keluarga, dan terhadap apa yang mereka pimpin.” (HR. Muslim).

Jika engkau buruh, bersabarlah. Karena dalam Islam, setiap kesabaranmu adalah investasi pahala, dan setiap kezhaliman yang kau alami, ada keadilan yang menantimu di hadapan Tuhan.*

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back To Top
Top