Kalung Tua dan Cinta Sejati: Kisah Zainab dan Rasulullah

Oleh: Bang Arif Jak

Malam itu di Madinah, udara dingin menusuk tulang. Namun, yang lebih menusuk adalah apa yang dilihat oleh Rasulullah di hadapannya. Di tengah tumpukan harta rampasan Perang Badar, sebuah benda kecil namun berharga mengguncang dunia batin beliau: sebuah kalung tua. Rantai halus dari zaman Mekkah, bukan terbuat dari emas murni, tetapi lebih dari itu. Kalung ini menyimpan kenangan yang mendalam bagi Rasulullah.

Ketika beliau menyentuh kalung itu perlahan, jantungnya berdebar. Jemari beliau gemetar, seolah menyentuh wajah Sayyidah Khadijah, istri tercintanya, yang telah tiada. “Ini… milik Khadijah,” ucapnya pelan, nyaris tak terdengar. Para sahabat terdiam, menyaksikan air mata yang jatuh dari mata Rasulullah. Tangisan yang jarang keluar, namun kali ini tumpah tanpa bisa ditahan.

Kalung itu adalah simbol cinta yang mendalam. Dulu, kalung ini diberikan oleh Rasulullah kepada putri sulungnya, Zainab, sebagai hadiah pernikahan saat beliau menyerahkan putrinya kepada Abu Al-Ash. Kini, kalung itu kembali, tetapi bukan dalam suasana bahagia. Ia kembali sebagai tebusan, mengingatkan akan pengorbanan dan kehilangan.

Di rumahnya yang sunyi, Zainab menggenggam kalung itu lama. Tangisnya mengalir pelan, mengoyak hatinya. “Kalung ini… peninggalan ibu. Tapi kini aku harus merelakannya. Untuk satu-satunya lelaki yang tak pernah menyakitiku.” Cinta Zainab kepada suaminya, meski dalam keadaan sulit, menunjukkan betapa besar pengorbanan yang bisa dilakukan demi orang yang dicintai.

Kalung itu menyimpan cinta empat jiwa: Khadijah, yang memberikannya dengan tulus; Zainab, yang menerimanya dengan haru; Abu Al-Ash, yang ditebus olehnya; dan Rasulullah, yang mengenang semuanya. Ketika Rasulullah menyentuh kalung itu, ia seolah menyentuh kenangan yang tak bisa dibangkitkan kembali. Sayyidah Khadijah, perempuan yang setia mendukung dakwahnya, kini hanya bisa dikenang melalui benda ini.

Akhirnya, Abu Al-Ash dibebaskan, dan kalung Sayyidah Khadijah dikembalikan kepada Zainab. Namun, keputusan Rasulullah memiliki satu syarat: Zainab harus hijrah ke Madinah. Saat kabar itu disampaikan, Zainab terdiam. Ia tidak menolak, tetapi air matanya menolak diam. Hari itu, Madinah menyambut putri Nabi dengan keharuan.

Dalam perjalanan menuju Madinah, Zainab mengalami cobaan berat. Unta yang membawanya dilempari dan diserang oleh kaum Quraisy, menyebabkan ia jatuh dan terluka. Namun, ia tidak pernah menyalahkan keadaan. Ketika akhirnya tiba di Madinah, tubuhnya lemah, tetapi hatinya tetap mencintai dalam diam. Ia menunggu, bertahun-tahun, tanpa kepastian, tanpa pelukan, dan tanpa menggugat.

Suatu malam, bertahun-tahun kemudian, Abu Al-Ash datang ke Madinah. Ia mengetuk pintu dalam gelap, dan Zainab tahu suaminya kembali. “Masuklah… aku tak akan biarkan kau ditangkap lagi,” ucapnya. Hatinya masih sama, meski telah melalui banyak luka dan kerinduan.

Abu Al-Ash kemudian menemui Rasulullah dan menyatakan keinginannya untuk masuk Islam. “Aku ingin mencintai putrimu… dengan mencintai Tuhannya.” Tangis itu pecah, dan Rasulullah mempersatukan mereka kembali tanpa akad baru, tanpa mahar baru. “Aku telah menikahkan kalian sejak dulu… dan cinta kalian tak pernah benar-benar terputus.”

Namun, tak lama setelah bersatu kembali, Zainab wafat. Ia pergi setelah cintanya kembali dalam pelukannya, tetapi tubuhnya terlalu letih untuk merayakannya. Abu Al-Ash menatap pusara istrinya tanpa kata, merasakan kesunyian yang mendalam. Ia tidak pernah menikah lagi, karena bagaimana mungkin mengganti perempuan yang telah mengorbankan kenangan ibunya demi menyelamatkannya?

Kisah ini mengajarkan kita bahwa cinta sejati tidak selalu harus bersama, tetapi selalu siap berkorban untuk yang dicintai. Satu kalung, empat hati, dan cinta yang tak mati meski jasad telah terkubur. Cinta yang tulus, penuh pengorbanan, dan tak lekang oleh waktu.

Sumber: Sirah Nabawiyah

One thought on “Kalung Tua dan Cinta Sejati: Kisah Zainab dan Rasulullah

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back To Top
Top